JUDUL BUKU : MEWASPADAI KUDA TROYA KOMUNISME DI ERA REFORMASI
PENULIS : DRA. MARKONINA HARTISEKAR & DRS. AKRIN ISJANI ABADI
PENERBIT : PUSTAKA SARANA KAJIAN
TEBAL HALAMAN : 273 HALAMAN
Sudah menjadi watak komunis untuk menghalalkan segala cara, dan daya upaya, demi mencapai tujuannya. Dalam sejarah pergerakan komunis di dunia, ketika gerakan ini merasa belum kuat, dan masih membutuhkan "teman" seperjuangan, maka orang - orang komunis akan menyebut dirinya seperti pejuang demokrasi. Padahal, terminologi komunisme tidak kenal istilah demokrasi, yang ada dalam diktator proletariat.
Dalam alam demokratik liberal 1950-an, PKI memandang perlu untuk kembali duduk dalam pemerintahan, seperti masa sebelum pemberontakan Madiun 1948. Untuk itu, PKI perlu melakukan aliansi dengan partai politik besar. Saat itu hanya ada dua partai politik terbesar di Indonesia : PNI dan Masyumi. PKI memandang untuk memuluskan jalannya, yang paling mungkin adalah beraliansi dengan PNI yang kebanyakan adalah tokoh nasionalis sekuler / marhaenis.
PENULIS : DRA. MARKONINA HARTISEKAR & DRS. AKRIN ISJANI ABADI
PENERBIT : PUSTAKA SARANA KAJIAN
TEBAL HALAMAN : 273 HALAMAN
Sudah menjadi watak komunis untuk menghalalkan segala cara, dan daya upaya, demi mencapai tujuannya. Dalam sejarah pergerakan komunis di dunia, ketika gerakan ini merasa belum kuat, dan masih membutuhkan "teman" seperjuangan, maka orang - orang komunis akan menyebut dirinya seperti pejuang demokrasi. Padahal, terminologi komunisme tidak kenal istilah demokrasi, yang ada dalam diktator proletariat.
Dalam alam demokratik liberal 1950-an, PKI memandang perlu untuk kembali duduk dalam pemerintahan, seperti masa sebelum pemberontakan Madiun 1948. Untuk itu, PKI perlu melakukan aliansi dengan partai politik besar. Saat itu hanya ada dua partai politik terbesar di Indonesia : PNI dan Masyumi. PKI memandang untuk memuluskan jalannya, yang paling mungkin adalah beraliansi dengan PNI yang kebanyakan adalah tokoh nasionalis sekuler / marhaenis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar