PENULIS : EDI SUSILO
PENERBIT : UNIVERSITAS BRAWIJAYA PRESS
TEBAL HALAMAN : 222 HALAMAN
Masyarakat nelayan secara umum di Indonesia dalam tataran evolusi sosio - budaya berada pada perkembangan awal. Sukadana ( 1983 ) menyampaikan bahwa perubahan antraposere dalam kehidupan manusia ada enam tingkatan, mulai dari : food gather, hunting and fishing, pastoral nomad, agriculture, industry dan terakhir urban. Koentjaraningrat ( 1985 ) juga menggunakan pendekatan evolusi ini, yang dimulai dari : meramu, perikanan dan kemudian pertanian ( dari perladangan berpindah sampai ke pertanian menetap ). Dengan demikian, perspektif evolusioner masih relevan digunakan sebagai dasar memahami dinamika masyarakat nelayan, apalagi dalam kehidupan masyarakat nelayan yang terikat habitat.
Perkembangan masyarakat masa kini yang berada dalam abad informasi, tentu akan berinteraksi dengan lingkungan sosial secara insentif. Hal ini memberi konsekuensi teoretik, bahwa analisis dengan pendekatan teori sosiologi modern menjadi relevan digunakan untuk menelaah dinamika masyarakat nelayan. Sintesis teoretik antara para antropolog yang menggunakan pendekatan evolusioner dengan para sosiolog modern yang salah satu ruang kajiannya berdimensi struktural merupakan suatu upaya agar kita semakin memiliki alat analisis yang lebih memadai untuk menjelaskan perkembangan masyarakat dalam abad ini, jika mungkin untuk melakukan peramalan terhadap perubahan sosial di masa mendatang. Demikian pula, mengingat bahwa masyarakat nelayan dalam menjalani kehidupannya masih sangat bergantung pada kondisi habitatnya, maka memadukan pendekatan ekosistem akan semakin menjadikan analisis ini dapat lebih kontekstual.
PENERBIT : UNIVERSITAS BRAWIJAYA PRESS
TEBAL HALAMAN : 222 HALAMAN
Masyarakat nelayan secara umum di Indonesia dalam tataran evolusi sosio - budaya berada pada perkembangan awal. Sukadana ( 1983 ) menyampaikan bahwa perubahan antraposere dalam kehidupan manusia ada enam tingkatan, mulai dari : food gather, hunting and fishing, pastoral nomad, agriculture, industry dan terakhir urban. Koentjaraningrat ( 1985 ) juga menggunakan pendekatan evolusi ini, yang dimulai dari : meramu, perikanan dan kemudian pertanian ( dari perladangan berpindah sampai ke pertanian menetap ). Dengan demikian, perspektif evolusioner masih relevan digunakan sebagai dasar memahami dinamika masyarakat nelayan, apalagi dalam kehidupan masyarakat nelayan yang terikat habitat.
Perkembangan masyarakat masa kini yang berada dalam abad informasi, tentu akan berinteraksi dengan lingkungan sosial secara insentif. Hal ini memberi konsekuensi teoretik, bahwa analisis dengan pendekatan teori sosiologi modern menjadi relevan digunakan untuk menelaah dinamika masyarakat nelayan. Sintesis teoretik antara para antropolog yang menggunakan pendekatan evolusioner dengan para sosiolog modern yang salah satu ruang kajiannya berdimensi struktural merupakan suatu upaya agar kita semakin memiliki alat analisis yang lebih memadai untuk menjelaskan perkembangan masyarakat dalam abad ini, jika mungkin untuk melakukan peramalan terhadap perubahan sosial di masa mendatang. Demikian pula, mengingat bahwa masyarakat nelayan dalam menjalani kehidupannya masih sangat bergantung pada kondisi habitatnya, maka memadukan pendekatan ekosistem akan semakin menjadikan analisis ini dapat lebih kontekstual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar