PENULIS : DHURORUDIN MASHAD
PENERBIT : PUSTAKA AL-KAUTSAR
TEBAL HALAMAN : 335 HALAMAN
Pergulatan perjuangan politik umat Islam di Indonesia tak pernah sepi untuk dibahas. Denyutnya masih terasa hingga kini, ketika gelegar reformasi menderu ke seantero negeri. Yang tak bisa dilupakan, negeri ini dibangun lewat jasa besar umat Islam. Pengorbanan mereka berhulu dari tetesan darah yang mengalir dari ratusan medan perang hingga ke hilir, saat Piagam Jakarta dihapuskan hanya karena ancaman sumir - bahwa Indonesia Timur akan melepaskan diri dari NKRI, jika kesepakatan yang juga dihadiri oleh wakil pihak Kristen itu tetap disetujui. Faktanya, laporan yang diklaim Bung Hatta itu tak bisa dibuktikan hingga hari ini.
Di fase selanjutnya, ranah politik menjadi medan perjuangan yang melelahkan bagi para praktisi politik Muslim. Sementara itu, hubungan antara umat Islam dan pemerintah berkuasa selalu mengalami fluktuasi yang radikal. Satu masa menjadi mitra yang sangat mesra - seperti dalam menumbangkan masa Orde Lama dan menghabisi Partai Komunis Indonesia. Di saat lain, menjadi lawan yang dianggap berbahaya oleh rezim yang berkuasa. tapi ada satu tradisi yang tak pernah lekang hingga hari ini : umat Islam dan tokoh-tokohnya selalu digandeng menjelang pemilu dengan segudang iming-iming. Setelah naik berkuasa, umat pun ditinggalkan.
Buku yang ditulis oleh cendekiawan muda Dhurorudin Mashad ini adalah sebuah penelitian serius tentang gejolak perpolitikan umat Islam di Indonesia, sejak zaman kemerdekaan hingga di era informasi. Buku ini berupaya menggali akar problema politik umat Islam. Dengan begitu, setiap elemen umat dapat mematut diri, berkaca dengan sepenuh ketawadhuan, mengambil hikmah dari telaga sejarah. Agar jangan sampai jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kali. Sebab, keledai - simbol nirikal dalam permisalan - pun tak mungkin melakukannya.
PENERBIT : PUSTAKA AL-KAUTSAR
TEBAL HALAMAN : 335 HALAMAN
Pergulatan perjuangan politik umat Islam di Indonesia tak pernah sepi untuk dibahas. Denyutnya masih terasa hingga kini, ketika gelegar reformasi menderu ke seantero negeri. Yang tak bisa dilupakan, negeri ini dibangun lewat jasa besar umat Islam. Pengorbanan mereka berhulu dari tetesan darah yang mengalir dari ratusan medan perang hingga ke hilir, saat Piagam Jakarta dihapuskan hanya karena ancaman sumir - bahwa Indonesia Timur akan melepaskan diri dari NKRI, jika kesepakatan yang juga dihadiri oleh wakil pihak Kristen itu tetap disetujui. Faktanya, laporan yang diklaim Bung Hatta itu tak bisa dibuktikan hingga hari ini.
Di fase selanjutnya, ranah politik menjadi medan perjuangan yang melelahkan bagi para praktisi politik Muslim. Sementara itu, hubungan antara umat Islam dan pemerintah berkuasa selalu mengalami fluktuasi yang radikal. Satu masa menjadi mitra yang sangat mesra - seperti dalam menumbangkan masa Orde Lama dan menghabisi Partai Komunis Indonesia. Di saat lain, menjadi lawan yang dianggap berbahaya oleh rezim yang berkuasa. tapi ada satu tradisi yang tak pernah lekang hingga hari ini : umat Islam dan tokoh-tokohnya selalu digandeng menjelang pemilu dengan segudang iming-iming. Setelah naik berkuasa, umat pun ditinggalkan.
Buku yang ditulis oleh cendekiawan muda Dhurorudin Mashad ini adalah sebuah penelitian serius tentang gejolak perpolitikan umat Islam di Indonesia, sejak zaman kemerdekaan hingga di era informasi. Buku ini berupaya menggali akar problema politik umat Islam. Dengan begitu, setiap elemen umat dapat mematut diri, berkaca dengan sepenuh ketawadhuan, mengambil hikmah dari telaga sejarah. Agar jangan sampai jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kali. Sebab, keledai - simbol nirikal dalam permisalan - pun tak mungkin melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar